Adab Membaca Al Quran

Al Qura'an sebagai Kitab Suci, Wahyu Ilahi, mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sangat baik, untuk penghormatan dan keagungan Al Quran; tiap-tiap orang harus berpedoman kepadanya dan mengerjakannya.

Imam Al Ghazali di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin telah memperinci dengan sejelas-jelasnya bagaimana hendaknya adab-adab membaca Al Qur'an menjadi adab yang mengenal batin, dan adab yang mengenal lahir.

Adab yang mengenal batin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah, menghadirkan hati dikala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan demikian, kandungan Al Quran yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, yaitu dengan hati dan jiwa.

Sebagai contoh, Imam Al Gazhali menjelaskan, bagaimana cara hati membesarkan kalimat Allah, yaitu bagi pembaca Al Qur'an ketika ia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya, betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-kalimat itu. Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam manusia, tetapi adalah kalam Allah Azza wa Jalla. Membesarkan kalam Allah itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan Al Quran itu sendiri.

Sebagaimana yang diriwayatkan, 'Ikrimah bin Abi Jahl, sangat gusar hatinya bila melihat lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Quran berserak-serak seolah-olah tersia-sia, lalu ia memungutnya selembar demi selembar, sambil berkata:"Ini adalah kalam Tuhanku! Ini adalah kalam Tuhanku, membesarkan kalam Allah berarti membesarkan Allah."

Adapun mengenai adab lahir dalam membaca Al Quran, selain didapati di dalam kitab Ihya Ulumuddin, juga banyak terdapat di dalam kitab-kitab lainnya. Misalnya dalam kitab Al Itqan oleh Al Imam Jalaludin As Suyuthi, tantang adab membaca Al Quran itu diperincinya sampai menjadi beberapa bagian.

Diantara adab-adab membaca Al Quran, yang terpenting ialah:

1. Disunatkan membaca Al Quran sesudah berwudhu, dalam keadaan bersih, sebab yang dibaca adalah wahyu Allah.

2. Mengambil Al Quran hendaknya dengan tangan kanan; sebaiknya memegangnya dengan kedua belah tangan.

3. Disunatkan membaca Al Quran di tempat yang bersih, seperti di rumah, di surau, di mushalla dan di tempat-tempat lain yang dianggap bersih. Tapi yang paling utama ialah di mesjid.

4. Disunatkan membaca Al Quran menghadap ke Qiblat, membacanya dengan khusyu' dan tenang; sebaiknya dengan berpakaian yang pantas.

5. Ketika membaca Al Quran, mulut hendaknya bersih, tidak berisi makanan, sebaiknya sebelum membaca Al Quran mulut dan gigi dibersihkan terlebih dahulu.

6. Sebelum membaca Al Quran disunatkan membaca ta'awwudz, yang berbunyi: a'udzubillahi minasy syaithanirrajim. Sesudah itu barulah dibaca Bismillahirrahmanir rahim. Maksudnya, diminta lebih dahulu perlindungan Allah, supaya terjauh pengaruh tipu daya syaitan, sehingga hati dan fikiran tetap tenang di waktu membaca Al quran, dijauhi dari gangguan. Biasa juga orang yang sebelum atau sesudah membaca ta'awwudz itu, berdoa dengan maksud memohon kepada Alah supaya hatinya menjadi terang. Doa itu berbunyi sebagai berikut.

"Ya Allah bukakanlah kiranya kepada kami hikmat-Mu, dan taburkanlah kepada kami rahmat dan khazanah-Mu, ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

7. Disunatkan membaca Al Quran dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan tenang, sesuai dengan firman Allah dalam surat (73) Al Muzammil ayat 4:

"....Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil".

Membaca dengan tartil itu lebih banyak memberi bekas dan mempengaruhi jiwa, serta serta lebihmendatangkan ketenangan batin dan rasa hormat kepada Al Quran.

Telah berkata Ibnu Abbas r.a.:" Aku lebih suka membaca surat Al Baqarah dan Ali Imran dengan tartil, daripada kubaca seluruh Al Quran dengan cara terburu-buru dan cepat-cepat."

8. Bagi orang yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al Quran, disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya. Cara pembacaan seperti inilah yang dikehendaki, yaitu lidahnya bergerak membaca, hatinya turut memperhatikan dan memikirkan arti dan maksud yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya. Dengan demikian, ia akan sampai kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu membaca Al Quran serta mendalami isi yang terkandung di dalamnya.Hal itu akan mendorongnya untuk mengamalkan isi Al Quran itu. Firman Allah dalam surat (4) An Nisaa ayat 82 berbunyi sebagai berikut:

"Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al Quran?..."

Bila membaca Al Quran yang selalu disertai perhatian dan pemikiran arti dan maksudnya, maka dapat ditentukan ketentuan-ketentuan terhadap ayat-ayat yang dibacanya.

Umpamanya: Bila bacaan sampai kepada ayat tasbih, maka dibacanya tasbih dan tahmid; Bila sampai pada ayat Doa dan Istighfar, lalu berdoa dan minta ampun; bila sampai pada ayat azab, lalau meminta perlindungan kepada Allah; bila sampai kepada ayat rahmat, llau meminta dan memohon rahmat dan begitu seterusnya. Caranya, boleh diucapkan dengan lisan atau cukup dalam hati saja.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, dari Ibnu Abbas yang maksudnya sebagai berikut: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. apabila membaca: "sabbihissma rabbikal a'la beliau lalu membaca subhanarobbiyal a'la . Diriwayatkan pula oleh Abu Daud, dan Wa-il binHijr yang maksudnya sebagai berikut:" Aku dengan Rasulullah membaca surat Al Fatihah , maka Rasulullah sesudah membaca walad dholliin lalu membaca aamin . Demikian juga disunatkan sujud, bila membaca ayat-ayat sajadah, dan sujud itu dinamakan sujud tilawah.

Ayat-ayat sajadah itu terdapat pada 15 tempat yaitu:

dalam surat Al-A'raaf ayat 206
dalam surat Ar-ra'd ayat 15
dalam surat An-Nahl ayat 50
dalam surat Bani Israil ayat 109
dalam surat Maryam ayat 58
dalam surat Al-Haji ayat 18 dan ayat 77
dalam surat Al Furqaan ayat 60
dalam surat Annaml ayat 26
dalam surat As-Sajdah ayat 15
dalam surat As-Shad ayat 24
dalam surat Haamim ayat 38
dalam surat An-Najm ayat 62
dalam surat Al-Insyiqaq ayat 21, dan
dalam surat Al-'Alaq ayat 19

9. Dalam membaca Al Quran itu, hendaknya benar-benar diresapkan arti dan maksudnya, lebih-lebih apabila smapai pada ayat-ayat yang menggambarkan nasib orang-orang yang berdosa, dan bagaimana hebatnya siksaan yang disediakan bagi mereka. Sehubungan dengan itu, menurut riwayat, para sahabat banyak yang mencucurkan air matanya di kala membaca dan mendengar ayat-ayat suci Al Quran yang menggambarkan betapa nasib yang akan diderita oleh orang-orang yang berdosa.

10. Disunatkan membaca Al Quran dengan suara yang bagus lagi merdu, sebab suara yang bagus dan merdu itu menambah keindahan islubnya Al Quran. Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

"Kamu hiasilah Al Quran itu dengan suaramu yang merdu"

Diriwayatkan, bahwa pada suatu malam Rasulullah s.a.w. menunggu-nunggu istrinya, Sitti 'Aisyah r.a. yang kebetulan agak terlambat datangnya. Setelah ia datang, Rasulullah bertanya kepadanya:" Bagaimanakah keadaanmu?" Aisyah menjawab :"Aku terlambat datang, karena mendengarkan bacaan Al Quran seseorang yang sangat bagus lagimerdu suaranya. Belum pernah akumendengarkan suara sebagus itu." Maka Rasulullah terus berdiri dan pergi mendengarkan bacaan Al Quran yang dikatakan Aisyah itu. rasulullah kembali dan mengatakan kepada Aisyah:" Orang itu adalah Salim, budak sahaya Abi Huzaifah. Puji-pujian bagi Allah yang telah menjadikan orang yang suaranya merdu seperti Salim itu sebagai ummatku."

Oleh sebab itu, melagukan Al Quran dengan suara yang bagus, adalah disunatkan, asalkan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dan tata cara membaca sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ilmu qiraat dan tajwid, seperti menjaga madnya, harakatnya (barisnya) idghamnya dan lain-lainnya.

Di dalam kitab zawaidur raudhah, diterangkan bahwa melagukan Al Quran dengan cara bermain-main serta melanggar ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas itu, haramlah hukumnya; orang yang membacanya dianggap fasiq, juga orang yang mendengarkannya turut berdosa.

11. Sedapat-dapatnya membaca Al Quran janganlah diputuskan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan sampai ke batas yang telah ditentukan, barulah disudahi. Juga dilarang tertawa-tawa, bermain-main dan lain-lain yang semacam itu, ketika sedang membaca Al Quran. Sebab pekerjaan yang seperti itu tidak layak dilakukan sewaktu membaca Kitab Suci dan berarti tidak menghormati kesuciannya.

Itulah diantara adab-adab yang terpenting yang harus dijaga dan diperhatikan, sehingga dengan demikian kesucian Al Quran dapat terpelihara menurut arti yang sebenarnya.



( Sumber: Perpustakaan Islam.Com )



Fadha'il Al-Quran

Fadha'il artinya kelebihan atau keutamaan. Ketertarikan kita terhadap sesuatu (atau tidak) bergantung pada ilmu kita tentang kelebihan atau kegunaan sesuatu itu. Agar manusia tertarik kepada Alquran, Rasulullah Saw pun memberi banyak fadha'il al Qur'an. Meski demikian, ketertarikan manusia kepada Alquran pun sangat bergantung pada iman dan keyakinannya kepada janji Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya, Umar bin Khatthab Ra sangat tertarik kepada Alquran setelah membaca firman Allah Swt

Artinya : “ Thaha, Tidaklah Kami turunkan Alquran ini agar kamu sengsara.” (QS Thaha: 1-2)

Sebaliknya, Walid bin Mughirah - walaupun sangat tertarik kepada Alquran dengan memuji setinggi-tingginya pada akhirnya ia tidak beriman kepada Alquran dan berusaha mencari alasan untuk menjauhkan diri dengan mengatakan “ Itu adalah sihir yang diajarkan kepada Muhammad “. Oleh karena itu, keimanan yang telah Allah Swt karuniakan kepada kita hendaknya kita tingkatkan sehingga menumbuhkan ketertarikannya kepada Alquran melalui penjelasan Rasul-Nya. Fadha'il al-Qur'an yang diberikan kepada manusia dibagi menjadi dua, fadha'il di dunia dan fadha'il di akhirat.

FADHA'IL AL QUR' AN DI DUNIA


1. Allah Swt mengangkat derajat Ahl al Qur'an (manusia yang senantiasa berinteraksi dengan Alquran) menjadi keluarga Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda,

“ Sesungguhnya di antara manusia terdapat keluarga Allah Swt." Ditanyakan, " Siapakah mereka, ya Rasulullah ? " Rasul Saw menjawab, " Mereka adalah ahl al-Qur'an. Mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya." (HR Imam Ahmad)

Kata ahlu (keluarga) menunjukkan hubungan yang dekat antara Allah Swt dan hamba-Nya. Kedekatan itu melambangkan kecintaan dan cinta akan dapat meringankan manusia dalam melaksanakan seluruh perintah Allah Swt. Sekalipun berat, perintah yang susah pun akan menjadi mudah.

2. Alquran adalah kenikmatan yang harus didamba-dambakan.

" Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan : Seseorang yang diberi Allah Alquran, lalu ia membacanya sepanjang malam dan siang. Seseorang yang diberi Allah harta, lalu ia belanjakan di jalan Allah sepanjang malam dan siang."

Penetapan Alquran sebagai nikmat yang harus didamba-dambakan adalah suatu isyarat agar orang beriman dapat membedakan nikmat yang hakiki dan semu. Kemampuan merasakan Alquran sebagai nikmat yang hakiki merupakan indikasi iman yang sehat dan keyakinan terhadap hari akhirat serta janji Allah Swt yang ada di dalamnya. Sebaliknya, ketidakmampuan manusia merasakan nikmat Alquran merupakan indikasi penyakit hubbud dun-ya (cinta dunia yang berlebihan), lemahnya iman kepada hari akhir, dan tidak yakin terhadap janji Allah Swt yang ada di dalamnya.

3. Allah Swt menyandingkan derajat Ahlul Qur'an dengan para malaikat atau nabi yang telah diberi wahyu. Adapun yang kemampuan membaca Al-qurannya masih terbata-bata, Allah Swt memberinya dua pahala. Rasulullah Saw bersabda,

" Orang yang mahir berinteraksi dengan Alquran akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca Alquran dengan terbata-bata dan ia merasa sulit, ia mendapatkan dua pahala." (HR Imam Muslim)

Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menjelaskan bahwa kata mahir berarti mampu membaca, menghafal, memahami, tadabbur, dan mengamalkan Alquran. Pribadi yang seperti itu sangat diperlukan masyarakat karena akan berfungsi sebagai cahaya pencerah hidup Islami di tengah masyarakatnya. Adapun dua pahala bagi muslim yang bacaannya terbata-bata merupakan himbauan agar ia terus rajin membaca walaupun masih terbata-bata karena Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan kesulitan upayanya dalam membaca. Dua pahala baginya bukan berarti legitimasi bagi yang tidak mampu membaca Alquran untuk tidak mengembangkan kemampuannya. Janji itu harus menjadi motivasi yang kuat untuk terus berinteraksi dengan Alquran. Interaksi yang teratur menjamin bacaan seorang muslim yang terbata-bata menjadi lancar. Ingat ungkapan, “ alah bisa oleh biasa." Adapun yang sudah mahir, ia harus berusaha istiqamah bersama Alquran.

4. Ahl al Qur'an adalah orang yang paling berhak menjadi imam dalam solat. Rasulullah Saw bersabda,

" Orang yang berhak menjadi imam adalah orang yang paling banyak interaksinya dengan Alquran. "

Rekomendasi Rasulullah Saw itu bukan semata-mata penghargaan terhadap Ahlul Qur'an, melainkan menunjukkan peran yang harus diutamakan di tengah masyarakat, yaitu peran tarbiyah (pembinaan keimanan) dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaan solat setiap hari di masjid sesungguhnya merupakan kegiatan tarbiyah yang sangat efektif bagi setiap mukmin jika didukung, misalnya, dengan imam yang berkualitas sesuai rekomendasi Rasulullah Saw. Namun, kondisi masyarakat kita saat ini masih jauh dari interaksi Alquran yang tinggi sehingga pelaksanaan solat berjamaah di masjid kehilangan ruh dan atsarnya (dampak).
Dengan kondisi seperti itu, ada beberapa kerugian yang dialami umat Islam.

Pertama, umat menjadi tidak terbiasa dengan ayat-ayat Alquran karena selama bertahun-tahun mereka hanya mendengar ayat atau surat yang sama. Hal itu berdampak pada kesulitan mereka membaca atau menghafal Alquran karena jarangnya mereka mendengar ayat-ayat Allah Swt di sekitar mereka.

Kedua, umat kurang merasakan ruh ayat - ayat Alquran sehingga kandungan Alquran tidak sampai dengan baik. Kandungan itu berupa ancaman, himbauan, perintah, atau larangan.

Terakhir, peran Alquran sebagai pedoman hidup kurang tersosialisasi secara intensif. Hal itu berdampak pada banyaknya mutiara Alquran (seperti ayat-ayat tentang mengatur rumah tangga, ekonomi, dan bernegara) yang tidak tersampaikan secara rutin.

5. Ahl alQur'an adalah orang yang selalu mendapat ketenangan, rahmat, naungan malaikat, dan namanya disebut-sebut Allah Swt,

" Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah lalu di antara mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya kecuali turun kepada mereka ketenangan yang diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah Swt menyebut nama-nama mereka di sisi makhluk yang ada di dekat-Nya," (HR Imam Muslim)

Mungkin kita bertanya, mengapa sedemikian tinggi penghargaan Allah Swt kepada orang-orang yang mempelajari Alquran, apalagi kepada orang yang mengamalkannya ?

Sesungguhnya penghargaan Allah Swt itu merupakan rangsangan Rabbani agar manusia mau mengamalkan Alquran tanpa merasa berat, Ketika manusia mau mempelajari wahyu-Nya, itu merupakan indikasi keimanannya kepada kebenaran Allah Swt yang mutlak melalui firman-Nya. Sebaliknya, jika keimanannya kepada Allah Swt tipis dan lemah, manusia tidak akan siap melakukan amal apapun yang terkait dengan Alquran. Jangankan disuruh mengamalkan Alquran, sekadar membuka mushaf pun ia enggan melakukannya! Oleh karena itu, pantaslah jika penghargaan tadi diberikan Allah Swt hanya kepada Ahl al-Qur'an. Selanjutnya, kegiatan membaca dan mempelajari Alquran akan menguatkan keimanan sehingga Allah Swt menjadi Zat yang paling dicintai dalam hidupnya. Alquran pun akan menyirami hatinya yang gersang dan menjadikan hati itu lembut serta peka terhadap teguran Allah Swt. Keadaan itulah yang akan mengantarkan manusia kepada kesiapan mengamalkan Alquran di dalam hidupnya.

6. Ahl alQur'an adalah orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah Swt

" Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkan." (HR Imam Bukhari)

Kebaikan berarti keberkahan. Dan hidup yang penuh berkah menurut hadis tadi berarti hidup yang aktif bersama Alquran, bahkan dituntut untuk aktif belajar dan mengajarkannya karena diungkapkan dengan huruf waw dan bukan dengan fa' atau tsumma yang artinya kemudian. ( Menunjukkan belajar dan mengajarkan Alquran sekaligus, bukan belajar dulu hingga menguasai baru mengajarkannya, peny.)

Bagaimana jika kemampuan kita masih terbatas? Ada dua hal yang harus kita perhatikan tentang mengajarkan Alquran.

Pertama, mengajar berarti menyampaikan sehingga secara teknis tidak harus dalam bentuk formal dengan jumlah murid yang banyak. Kepada satu orang saja-anak atau istri-sudah dianggap mengajar Alquran. Untuk itu, jangan pernah berpikir bahwa mengajar berarti harus formal dengan jumlah murid yang banyak sehingga hal itu akan menghambat percepatan pengajaran Alquran di tubuh umat ini.

Semangat mengajar seperti itulah yang dapat mengem ban misi dakwah ke dalam masyarakat. Ingat, sasaran pertama dakwah adalah dimulai dari satu orang. Sabda Rasulullah Saw,

" Sesungguhnya,hidayah Allah yang berikan kepa- da seseorang karena usahamu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (**) “

** Unta merah di zaman Rasulullah Saw adalah kendaraan termahal yang harganya ratusan dinar (mata uang dari emas) dan jauh lebih mahal dibandingkan mobil mewah yang ada di masa sekarang.

Kedua, mengajar Alquran memang harus dengan kemampuan yang optimal. Namun, bagaimana jika di lingkungan kita tidak ada orang yang siap mengajarkan Alquran kecuali kita? Dalam hal itu, kita wajib segera menghapus buta huruf Alquran di lingkungan kita. Ibaratnya, jika tetangga kita kelaparan dan kita tidak memiliki apa-apa kecuali nasi, kita pasti akan memberikan nasi itu dan tidak akan menunggu sampai kita memiliki nasi dengan lauk empat sehat lima sempurna. Begitulah ketentuan bagi orang yang terbatas kemampuannya dalam mengajarkan Alquran kepada umat yang sedang lapar akan hidayah Allah Swt. jadi, kita harus segera turun tangan mengajarkan Alquran.
Insya Allah, selama proses belajar dan mengajar itu, setiap kekurangan akan tertutupi dengan sendirinya. Kemampuan tidak akan berhenti, bahkan akan terus meningkat.


FADHA'IL AL QUR'AN DI AKHIRAT

Berikut ini beberapa fadha'il alQur'an di akhirat bagi manusia :

1. Alquran Menjadi Syafaat bagi Manusia yang menjadi Sahabatnya

" Bacalah Alquran karena sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi orang-orang yang menjadi sahabatnya (Alquran)." (HR Imam Bukhari)

Membaca merupakan langkah pertama membangun persahabatan kita dengan Alquran. Membaca Alquran membangun cinta kalamullah dan kecintaan itu akan memotivasi kita untuk lebih memahami, merenungi, mengamalkan, dan memperjuangkan Alquran sehingga wahyu Allah Swt menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita.

Saya-penulis-yakin kondisi persahabatan seperti itulah yang dimaksudkan nasehat Rasulullah Saw itu. Terbukti kondisi seperti itu yang dicontohkan Rasulullah Saw, para sahabat, dan semua salafush shalih. Untuk itu, janganlah meremehkan satu langkah awal dalam berinteraksi dengan Alquran seperti halnya tidak boleh kita merasa puas hanya dengan satu interaksi, misalnya hanya tertarik membaca Alquran tanpa tergugah untuk lebih menyelaminya.

Hadis itu pun mengingatkan kita tentang manfaat Alquran yang tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat juga karena Rasulullah Saw mengangkat isu tentang pentingnya pertolongan pada hari kiamat. Alquran sendiri dengan luas menjelaskan suasana kehidupan akhirat mulai dari Hari Kiamat, kebangkitan, sampai ganjaran di surga dan neraka. Hadis tadi pun memiliki korelasi yang kuat dengan ayat-ayat Alquran dengan menjanjikan pertolongan melalui syafaat Alquran bagi siapa saja yang bersahabat dengannya.

2. Alquran Menjadi Pembela bagi Manusia saat Menghadapi Pengadilan Allah Swt

Dari Nazvwas bin Sam' an Ra, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ' Pada hari Qiamat, didatangkan Alquran dan ahlinya, yaitu orang-orang yang dulu mengamalkannya di dunia. Sural al Baqarah dan Ali Imron pun maju mendampingi dan membelanya."
(HR Imam Muslim)

Hadits ini sangat banyak memuat pesan-pesan keimanan terhadap hari akhirat. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan lain kecuali yakin sepenuhnya terhadap penjelasan Rasulullah Saw bahwa Alquran akan menjadi makhluk yang berperan seperti manusia ia dan dapat diperintahkan untuk datang, maju ke depan, bahkan membela manusia dengan gigih bagaikan seorang pengacara profesional. Itu langkah awal yang harus ada dalam diri kita ketika membaca hadits Rasulullah Saw itu. Tanpa sikap itu, iman kita menjadi batal karena berarti menolak kerasulan Muhammad Saw yang pasti benar dalam ucapannya.
Tanpa sikap itu pula, kita tidak akan termotivasi untuk berinteraksi dengan Alquran seperti kandungan hadis itu.

Hadis itu secara tidak langsung memberitahu juga bahwa tidak semua manusia mendapat pembelaan dari Alquran. Hadits Rasulullah Saw itu hanya meliputi manusla yang di dunianya betul-betul mengamalkan Alquran. Itu berarti komitmen terhadap Alquran tidak cukup hanya dengan komitmen lisan seperti tilawah, menghafal, dan mengkajinya, tetapi butuh pula komitmen badan dan hati yang harus bergerak sesuai dengan tuntutan Alquran. Misalnya, berinfak jika Alquran menyuruhnya berinfak, berjihad jika Alquran menyuruhnya berjihad, dan melakukan perintah lainnya. Dua komitmen itulah yang akan menjadikan manusia dibela Alquran di pengadilan Allah Swt yang saat itu tidak ada pengacara, ternan dekat, atau siapa pun yang dapat membela manusia.

3. Alquran Mengangkat Kedudukan Manusia di Surga

Dari Abdullah bin' Amr bin' Ash Ra, dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda, " Dikatakan kepada Shahib Alquran, ' Bacalah dan naiklah dan nikmatilah seperti halnya kamu menikmati bacaan Alquranmu di dunia ! Sesungguhnya, kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca." (HR Imam Abu Dawud dan Imam Turmudzi)

Sekali lagi Rasulullah Saw mengingatkan kita bahwa keutamaan Alquran di akhirat ada di balik persahabatan manusia dengannya sehingga mereka yang mendapatkan kemuliaan dari Alquran disebut dengan Shahib. Di hadis itu, Shahib Alquran akan tetap menikmati kembali lantunan ayat-ayat Alquran di saat tidak ada lagi mush-haf untuk membaca Alquran.

Hal ini mengingatkan kita pada kisah-kisah orang-orang beriman saat sakaratu/ maut. Pada umumnya, orang-orang yang sangat dekat dengan Alquran pada saat-saat itu selalu melantunkan ayat-ayat Alquran dengan fashih dan indah seakan mereka masih sehat dan jauh dari kematian.

Begitulah mukjizat Alquran yang selalu ingin bersama sahabatnya di saat yang pada umumnya manusia tidak mungkin lagi mengingat Alquran. jadi, hadis itu sangat logis jika terjadi pada manusia.
Bahkan kejadian itu akan mengantarkan manusia pada tingkatan surga yang sesuai dengan banyaknya ayat Alquran yang ia hafal.

4. Alquran Sumber Pahala bagi Orang yang Beriman

Rasulullah Saw bersabda, " Siapa saja yang membaca satu huruf.Alquran, baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim itu satu huuf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf " (HR Imam Turmudzi deiigan sanad hadis hasan sahih)

Keimanan kita kepada akhirat mengharuskan kita meyakini janji pahala dan hukuman Allah Swt. jadi siapa pun yang yakin dengan hadis itu akan memiliki motivasi yang tinggi dalam hidup bersama Alquran dengan memperbanyak tilawah bahkan menghafalnya agar terjadi pengulangan tilawah yang sangat besar. Tanpa keyakinan itu manusia pun tidak akan kuat menyibukkan dirinya dengan Alquran, apalagi jika terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Sungguh rugi orang yang hidupnya jauh dari Alquran karena tertutup baginya kesempatan mendapatkan limpahan pahala yang sangat besar dari Allah Swt melalui Alquran. Dari hadis itu pula kita dapat merasakan luasnya rahmat.Allah Swt kepada orarg mukmin. Bayangkan jika Allah tidak menurunkan Alquran atau mencabutnya seperti ancaman-Nya. (QS al-lsra'; 86-87)

5. Alquran Mengangkat Derajat Orangtua di Akhirat bagi Orangtua yang Berhasil Mendidik Anaknya dengan Alquran.

“ Siapa saja yang belajar Alquran dan mengamalkannya, pada hari kiamat (Allah Swt) akan memberikan kepada kedua orangtuanya mahkota yang cahayanya lebih indah dari cahaya matahari. Kedua orangtua itu akan berkata, “ Mengapa kami diberi (mahkota) ini ?” Dijawablah, ' Itu karena anakmu telah mempelajari Alquran. “ (HR Imam Abu Dazuud, Imam Ahmad, dan Imam Ibnu Hakim)

Hadits itu menunjukkan bahwa Alquran adalah sumber kemuliaan. Siapa saja yang berinteraksi dengannya akan dimuliakan Allah Swt. Bahkan orangtua yang mengajarkan Alquran kepada anaknya pun dimuliakan Allah Swt. Sebaliknya, siapa saja yang menjauhkan dirinya dari Alquran akan direndahkan Allah Swt secara pribadi maupun secara jama’i. Dalam kenyataan sejarahnya, umat Islam adalah Umat yang paling mulia di muka Bumi ini bersama Al-Quran. Sebaliknya, umat Islampun adalah umat yang sangat terhina karena meninggalkan Al-qur’an.


Sumber : Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah – Abdul Aziz Abdur Rouf, Lc


Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid